Hidup Sekali, Hiduplah Yang Berarti
(Melbourne, 19 Maret 2019). Hakim dan Nurul. Bukan judul film atau lagu. Bukan pula judul novel. Mereka berdua adalah intepreter yang setia mendampingi kami. Supel, ramah, dan cerdas sebagai penyambung lidah kami kepada nara sumber dan atau sebaliknya. Sosok yang tidak akan pernah kami lupakan. Lewat kesabaran dan kecerdasannya, materi yang disampaikan para nara sumber ditangkap, diolah, dan seketika disampaikan ke kami.
Di balik kelancaran kami mengikuti kegiatan pelatihan di Monash University, sedikit banyak ada campur tangan mereka. Tidak berlebihan, tulisan ini hadir sebagai bentuk apresiasi dan sekadar ucapan terima kasih kepadanya.
Kedua insan ini sama-sama penerima beasiswa pendidikan BPI LPDP. Muhammad Arif Al Hakim, atau kami biasa memanggilnya dengan Mas Hakim, lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 26 Juni 1993. Pemuda yang mempunyai moto hidup: Hiduplah sesudah mati, dan jangan mati sebelum datangnya kematian ini tercatat sebagai mahasiswa Master of TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) Monash University. Dan insyaAllah akan menyelesaikan kuliahnya pada Juli 2019 mendatang. Semoga diberi kelancaran dan kemudahan.
Sedangkan Nurul Aisyah, atau Mba Nurul, lahir pada 19 Juli 1992 di Garut, Jawa Barat. Ia seorang alumni UPI Bandung yang sedang menempuh pendidikan di jurusan Master of Education in Expert Teaching Practice. Perempuan hebat ini memegang prinsip hidup: “Lakukan terbaik dalam setiap kesempatan”. Semoga pula diberi kesuksesan dalam menjalani kuliah di negeri kangguru ini.
Di sela-sela jam istirahat, saya menyempatkan diri mendekati mereka. Seolah-olah mewawancarai. Menggali informasi atas kesuksesannya. Ya… saya bilang mereka adalah orang sukses. Pemuda-pemudi berprestasi. Tidak sembarang orang bisa memainkan peran yang diperankannya saat ini. Luar biasa. Mereka ditunjuk menjadi interpreter pasti melalui seleksi. Pasti punya prestasi. Tidak hanya dari segi kemampuan komunikasi, tapi punya keperibadian mumpuni. Profesional, sabar, disiplin, hormat pada orang yang lebih tua, dan percaya diri menjadi bukti.
Niat saya menghadirkan hasil wawancara ini agar pembaca bisa memetik pengalaman jalan hidup yang telah mereka goreskan. Tidak lain dan bukan bermaksud yang lain.
Bagaimana pengalaman Saudara mendapatkan beasiswa?
Hakim: “Ada pengalaman menarik ketika saya mendaftar beasiswa BPI LPDP, saya diminta untuk menunjukkan keahlian saya saat sesi interview (wawancara). Karena mempunyai keahlian dalam seni budaya antara lain Pencak Silat dan Tari Tradisional, saya memeragakan beberapa gerakan seni dalam Pencak Silat sehingga membuat pewawancara sangat tertarik dengan profil saya sebagai pelamar beasiswa.”
”Perjuangan mendapatkan beasiswa tidak hanya selesai sampai pada tahap-tahap seleksi, tapi masih berlanjut saat saya harus mendapatkan surat penerimaan dari (Letter of Acceptance) kampus tujuan untuk studi. Untuk mendapatkan surat tersebut, calon mahasiswa dituntut untuk melengkapi beberapa berkas administrasi antara lain seperti sertifikat Bahasa Inggris (IELTS) dengan skor minimal 6.5.”
Nurul: “Di balik pengalaman saya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2 ke luar negeri, saya harus terlebih dahulu menelan pil pahit karena ditolak sebanyak 5 kali oleh beasiswa yang berbeda. Namun alhamdulillah akhirnya mendapatkan 3 beasiswa di universitas yang berbeda. Saya mengambil tawaran dari beasiswa LPDP karena selain pendanaan penuh yang ditawarkan, beasiswa LPDP juga juga mendukung saya untuk senantiasa menumbuhkan rasa nasionalisme saya untuk bisa berbakti pada Indonesia.”
Apa trik-trik khusus mendapatkan beasiswa ke luar negeri ?
Hakim: “Luruskan niat untuk mendaftar beasiswa, tujuan apakah sebenernya yang kita cari? Serta, pastikan anda mendapatkan do’a dan restu serta dukungan dari orang tua. Kemudian, tentukan jurusan yang ingin anda ambil, dan pastikan bahwa jurusan, kampus, dan negara yang ingin anda tuju sudah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anda. Cobalah semua kesempatan beasiswa yang ada, tidak perlu takut kalau belum berhasil dalam percobaan pertama mendaftar beasiswa dan jangan mudah patah semangat. Jika semua usaha dan do’a sudah dilakukan, tinggal semuanya kita serahkan pada yang Kuasa”.
Nurul: “Memperdalam Bahasa inggris sebagai salah satu modal utama selama belajar di luar negeri. Mencoba semua kesempatan beasiswa yang ada. Tidak perlu takut gagal, karena ketika belum berhasil mendapatkan beasiswa ini berarti kita mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki dan merefleksi diri. Dan tak kalah pentingnya adalah aktif berkontribusi di masyarakat atau juga bergabung dengan komunitas social untuk mempertajam kepekaan sosial. Yang paling utama tentu saja meluruskan niat dalam mendaftar beasiswa beserta doa dan restu dari orang tua serta serahkan apapun hasilnya pada Tuhan YME”.
Usaha apa yang Anda lakukan sehingga bisa fasih berbahasa inggris?
Hakim: “Selalu berlatih dengan selalu mempraktekkan apa yang telah dipelajari. Mencari teman yang ingin belajar dan praktek bersama atau teman yang lebih ahli. Mencoba untuk mendapatkan akses dan kontak dengan penutur asli Bahasa Inggris. Serta yang penting adalah praktik, praktik, praktik!”.
Nurul: “Saya sendiri berlatih Bahasa inggris dengan meniru percakapan yang ada dalam film atau video berbahasa inggris. Dari situ, selain saya belajar tentang pengucapan kalimat Bahasa inggris, saya juga belajar bagaimana menempatkan kalimat itu dalam situasi tertentu. Selain itu, saya sangat merasa terbantu ketika memiliki rekan-rekan yang saling ingin belajar sehingga kami bisa berlatih dengan baik.”
Sebagai orang Indonesia, yang memiliki kebiasaan dan budaya berbeda dengan Australia, apa tips Anda dalam beradaptasi di Negeri Kangguru ini?
Hakim: “Jangan takut dan ragu untuk mencoba sesuatu yang baru. Cobalah bersosialisasi dengan masyarakat lokal dengan cara banyak mengikuti kegiatan-kegiatan dan event-event yang banyak diadakan di dalam dan di luar kampus. Begitu pula, kita harus banyak bergabung dengan berbagai komunitas yang ada sehingga akan sangat membantu dalam proses beradaptasi di sini”.
Nurul: “Memiliki lingkaran primer yang akan mendukung kita misalnya komunitas keagamaan, komunitas Indonesia, dll. Begitu pula, kita harus menerapkan pola pikir yang positif bahwa setiap orang merupakan pribadi yang menarik baik itu secara kepribadian, budaya, atau kebiasaan dengan begitu kita akan tampil lebih percaya diri dan lebih bisa menerima perbedaan. Dan tak kalah pentingnya adalah engikuti komunitas yang diminati seperti komunitas olahraga, sosial, hobi, sehingga akan lebih membantu proses adaptasi.”
Apa cita-cita Anda setelah ini?
Hakim: “melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan keluarga, melanjutkan kuliah S3 di salah satu kampus impian, dan membuat sekolah / yayasan yang bergerak dibidang pendidikan.”
Nurul: “mendirikan institusi Pendidikan, ikut berperan serta dalam peningkatan kualitas pendidikan Indonesia dan dunia, serta melaksanakan Haji bersama-sama dengan keluarga”
Terima kasih Hakim, Nurul. Semoga mendapatkan balasan terbaik dari Allah swt.
----------------------------------
Penulis |
: Gatot Malady |
Foto |
: Gatot Malady |
Editor Teknis |
: M. Toni Satria Dugananda, Alvisah Nur Hidayah |
Dipublikasikan |
: Seksi Data dan Informasi PPPPTK PKn dan IPS, Kemendikbud |